Selasa, 30 Agustus 2011

POSISI DESAIN DALAM ESTETIKA


“Ciri-ciri manusia Indonesia adalah mahluk yang artistik, manusia yang gandrung keindahan dan berpikir dengan rasa” (Muchtar Lubis).


Sebelum kita membahas mengenai dimana letak desain sesungguhnya dalam ilmu estetika, ada baiknya kita sedikit mengawali dengan memahami terlebih dahulu definisi-definisi yang telah ada mengenai keduanya. Anwar (1980: 5) menyebutkan definisi mengenai estetika, yaitu secara teknis adalah ilmu tentang keindahan. Estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani aesthesis yang berarti perasaan atau sensitivitas. Sachari (1989: 2) menyebutkan bahwa dari banyak pengertian estetika yang dirumuskan oleh pakar-pakar estetika, semuanya pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu hal-hal yang mempelajari tentang keindahan, baik sebagai obyek yang dapat disimak dari karya-karya seni, dari subyeknya, atau penciptanya yang berkaitan dengan proses kreatif dan filosofinya. Mereka sepakat bahwa estetika secara garis besar terbagi menjadi 3 bagian pemahaman, yaitu filsafat, teori, dan ilmu yang berkaitan dengan keindahan seni.

Kebanyakan orang berasumsi bahwa estetika identik dengan seni. Sutrisno (1999: 134-135) menyebutkan bahwa estetika atau ilmu filsafat estetika sendiri terbagi menjadi dua bidang, yaitu filsafat estetika dan filsafat kesenian sendiri. Filsafat estetika adalah teori estetika dimana didefinisikan sebagai ilmu mengenai sikap estetis terhadap obyek-obyek estetis dimana terjadi suatu pengalaman estetis. Sedangkan filsafat kesenian menjelaskan tentang teori seni tentang asal usul dan sub-sub konsep seni (teori sastra, musik, desain, dll.) dimana keduanya bergantung pada pengertian/pemahaman mengenai karya-karya seni (sehingga memunculkan lingkup estetika berikutnya yaitu kritik seni).

Desain berasal dari bahasa italia designo yang artinya gambar. Desain merupakan susunan garis atau bentuk yang menyempurnakan kerja “seni” dengan memberikan penekanan khusus pada aspek proporsi, struktur, gerak, dan keindahan secara terpadu. Dalam seni, desain terletak pada lingkup seni terapan (Encyclopedia Britanica, 1956: 259).

Dalam Sachari (1989: 55) jelas disebutkan dimana letak sesungguhnya desain dalam ilmu estetika. Dimensi estetika terbagi menjadi 5 kategori, sebagai berikut:

1. Estetika Murni, yaitu terdiri dari ungkapan estetik dan kesadaran estetik.

2. Estetika Terapan, yaitu terdiri dari unsur karya seni dan unsur desain.

3. Estetika Massa, yaitu terdiri dari orientasi selera dan orientasi gaya hidup.

4. Estetika Agama, yaitu unsur kesempurnaan ibadat dan unsur harapan surga.

5. Estetika Alam, yaitu fenomena yang menggetarkan dan realitas yang menakjubkan

Dari penjabaran di atas dapat kita ketahui bersama bahwa desain sesungguhnya termasuk dalam kategori estetika terapan, bersama dengan karya seni. Sedikit berbeda dengan pemahaman beberapa pakar lainnya yang menempatkan desain sebagai seni terapan. Karena di sini desain dibahas dalam lingkup ilmu estetika secara global dan bukan secara filosofis. Sachari kemudian menjelaskan (1989: 82) bahwa seniman menciptakan karya-karya seni seperti lukisan, patung dan lain sebagainya semata-mata merupakan ekspresi subyektifitas dimana baru kemudian dapat berkembang memiliki pertimbangan ekonomis. Seniman menerapkan ilmu estetika dengan pertimbangan tujuan estetik secara pribadi. Sedangkan seorang desainer mempertimbangkan berbagai aspek seperti faktor ekonomi, kepraktisan, nilai guna dengan menggunakan substansi dasar ilmu estetika atau keindahan. Sebagaimana yang diungkapkan Muchtar Lubis di atas, estetika dalam desain digunakan sebagai daya pikat agar konsumen terjerat untuk membeli. Konsumen yang gandrung keindahan melalui mode yang setiap saat selalu berganti merupakan pasar empuk bagi desainer. Perkembangan ilmu estetika dewasa ini begitu luasnya seiring perkembangan kebudayaan manusia.

Sachari (1989: 70) menyebutkan mengenai gelombang estetis baru yaitu estetika informasi. Jika jaman dahulu media untuk menikmati obyek estetis sangatlah terbatas, maka sekarang media obyek estetis tersebut telah dikembangkan oleh media informasi. Media saat ini yang paling populer contohnya adalah televisi, radio, fotografi, majalah, surat kabar, komputer, film, video, dan lain sebagainya. Komposisi-komposisi yang estetis dari belahan lain penjuru dunia dapat kita nikmati dalam sekejab, praktis dan ekonomis, sehingga dapat memperluas persepsi kita akan konsep keindahan secara global. Pada akhirnya ia akan menjadi unsur yang dapat mempengaruhi pola tingkah laku dalam pengambilan keputusan estetik dalam masyarakat luas.

Posisi desain dalam ilmu estetika merupakan ruang lingkup baru yang kian lama kian berkembang seiring perkembangan kebudayaan manusia. Namun sesungguhnya konsep dasar desain sendiri telah ada sejak diciptakannya obyek estetis. Konsep dasar desain adalah sesungguhnya pada bagaimana karya desain dapat memiliki nilai atau pengaruh. Jadi, apabila lebih dipahami sebagai hasil dan bukan pada prosesnya, maka karya seni dan semua obyek estetis lainnya tentunya merupakan sebuah karya desain yang memiliki konsumen sendiri-sendiri yang tentunya dikatakan karya desain yang “berhasil” apabila konsumen atau pangsa pasarnya sangat mengagumi keindahannya. Terlepas dari bagaimana si penikmat menyikapi rasa keterkagumannya tersebut (entah hanya akan melihat dan berdecak kagum saja atau berniat memilikinya), konsep awal desain dapat dipahami di sini. Sedangkan teorisasi tentang desain sendiri merupakan hanyalah sebuah usaha mempermudah pendefinisian sebuah ilmu pengetahuan yang telah berkembang.



Referensi:

Sachari, Agus, 1989, Estetika Terapan, NOVA, Bandung.

Sutrisno SJ., Mudji, 1999, Kisi-Kisi Estetika, Kanisius, Yogyakarta.

Anwar L.Ph., Wadjiz, 1980, Filsafat Estetika, Nur Cahaya, Yogyakarta.

Encyclopedia Britannica. Volume 7. 1956. Encyclopedia Britannica Inc. USA, Hlm 259.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar