Selasa, 30 Agustus 2011

ESTETIKA, ETIKA & LOGIKA

Estetika, etika, dan logika. Ketiga kata tersebut memiliki intonasi baca yang hampir serupa. Ketiganya sama-sama berakhiran “ka”. Tetapi ada hal lain yang jauh lebih penting yang menghubungkan ketiga kata tersebut. Hal tersebut adalah bahwa ketiga kata tersebut merupakan sebagian dari cabang ilmu filsafat. Antara lain disebutkan Sunoto (1985: 14) bahwa Kattsoff dalam bukunya Elements of Philosophy (1963) mengadakan penggolongan filsafat sebagai berikut:

1. Logika

2. Metodologi

3. Metafisika

4. Ontologi

5. Kosmologi

6. Epistemologi

7. Filsafat Biologi

8. Filsafat Psikologi

9. Filsafat Antropologi

10. Filsafat Sosiologi

11. Etika

12. Estetika

13. Filsafat Agama

Dari penjabaran singkat diatas dapat kita lihat bersama bahwa Kattsoff menyebutkan bahwa Logika (1), Etika (11), dan Estetika (12) adalah cabang dari ilmu filsafat. Dari sini mungkin akan menjadi titik tolak kita untuk mempelajari lebih dalam tentang keterkaitan antara ketiganya. Kesimpulan pertama kita setelah melihat penjabaran di atas adalah bahwa induk dari ketiganya adalah ilmu filsafat. Maka ada baiknya kita sedikit mengulas terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan ilmu filsafat.

Sunoto (1985:2) menyebutkan pengertian filsafat sendiri. Dari arti katanya, kata filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya cinta dan “sophia” yang artinya kebijaksanaan. Jadi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Cinta artinya hasrat yang besar atau sungguh-sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati. Sedangkan definisi secara umum menyebutkan bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat segala sesuatu untuk memperoleh kebenaran. Dalam bukunya Sunoto juga banyak menyebutkan mengenai sifat-sifat dari filsafat, yaitu deskriptif, kritik atau analitik, evaluatik atau normatif, spekulatif, dan sistematik (1985: 4).

Istilah filsafat sendiri sebenarnya tidaklah asing kedengarannya. Istilah ini banyak digunakan dimana-mana sehingga banyak pula orang yang mengetahuinya. Meski banyak yang mendengar dan mengetahuinya, belum tentu istilah ini dipahami oleh banyak orang. Bahkan setiap orang yang mendengar istilah ini memiliki asosiasi yang bermacam-macam. Hal ini mungkin disebabkan karena istilah ini tidak menunjukkan sesuatu yang kongkret seperti istilah ekonomi, hukum, atau dokter misalnya. Filsafat secara eksplisit tidak menunjukkan keterkaitan dengan hal-hal tertentu secara langsung. Sesungguhnya, ilmu filsafat justru berhubungan dengan hal-hal yang bersifat konkrit dan langsung selain membicarakan hal yang abstrak. Artinya, meski tampaknya filsafat mempelajari hal-hal yang abstrak, tetapi sesungguhnya hal-hal tersebut merupakan hal-hal yang nyata dan diterapkan dalam kehidupan manusia. Hal tersebut akan sedikit dibuktikan melalui pemaparan mengenai 3 cabang ilmu filsafat yang akan kita bahas secara singkat berikut.

Logika, merupakan cabang ilmu filsafat yang membicarakan tentang hukum-hukum penyimpulan yang benar (Sunoto, 1985: 14). Logika membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dengan aturan-aturan tersebut dapat mengambil kesimpulan yang benar. Dengan mengetahui adanya aturan-aturan tersebut dapat menghindarkan diri dari kesalahan dalam mengambil kesimpulan. Logika dapat dikatakan sebagai cabang aksiologi atau ilmu yang menekankan kepada nilai benar atau salah. Melalui ilmu ini, kita diajarkan untuk berfikir secara runtut dan sistematik sehingga diharapkan dapat memperoleh kesimpulan yang tepat dan benar. Ilmu ini sangat berguna dalam berbagai bidang kehidupan, seperti pengambilan keputusan, penyusunan rencana, atau menganalisa sesuatu, dengan berdasarkan pengetahuan dan kemampuan cara berpikir yang tepat melalui logika.

Etika, merupakan cabang ilmu filsafat yang membicarakan mengenai baik dan buruk. (Bertens, 2002:4) Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti adat kebiasaan. Filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) telah menggunakan istilah etika dalam menunjukkan filsafat moral. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) disebutkan mengenai definisi dari etika sebagai berikut; 1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari ketiga pengertian tersebut etika yang merupakan cabang keilmuan filsafat merupakan arti ke-1. Jadi, etika adalah ilmu tentang moralitas manusia.

Anwar (1980: 5) menyebutkan definisi mengenai estetika, yaitu secara teknis adalah ilmu tentang keindahan. Estetika sendiri berasal dari bahasa Yunani aesthesis yang berarti perasaan atau sensitivitas. Sachari (1989: 2) menyebutkan bahwa dari banyak pengertian estetika yang dirumuskan oleh pakar-pakar estetika, semuanya pada dasarnya memiliki kesamaan yaitu hal-hal yang mempelajari tentang keindahan, baik sebagai obyek yang dapat disimak dari karya-karya seni, dari subyeknya, atau penciptanya yang berkaitan dengan proses kreatif dan filosofinya. Estetika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang mempelajari tentang indah atau tidak indahnya sesuatu.

Dari ketiga definisi singkat mengenai cabang keilmuan filsafat Logika, Etika dan Estetika diatas, dapat kita kaitkan antar satu sama lainnya dalam lingkup filsafat. Keterkaitan antara ketiganya sesungguhnya cukup erat dan ini dapat dilihat dari beberapa hal yang mendasar. Pertama, ketiganya merupakan cabang filsafat yang artinya ketiganya memiliki sifat yang sama, yaitu deskriptif, kritik atau analitik, evaluatik atau normatif, spekulatif, dan sistematik. Ketiganya membahas tentang bagaimana menemukan kebenaran yang sesungguhnya dalam kehidupan manusia. Logika membahas tentang cara berpikir yang runtut dan sistematis yang mengarahkan kita untuk mengambil kesimpulan dengan benar dan menghindarkan kita akan pemahaman yang salah akan segala sesuatu. Etika membahas tentang apa yang baik dan apa yang buruk dari tingkah laku manusia dilihat dari moralitas (kebiasaan, adat). Sedangkan estetika membahas mengenai keindahan, dalam bentuk apapun juga baik itu secara materiil maupun immateriil.

Kedua, banyak ditemukan keterkaitan antar satu sama lainnya dimana ditemukan bahwa beberapa hal memang menjadi dasar bagi hal yang lainnya. Logika, ilmu yang mempelajari benar dan salah. Dalam etika, manusia dituntut untuk dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang seharusnya tidak boleh dilakukan. Untuk bisa berpikir dengan tepat, memahami permasalahan yang dihadapinya berkaitan dengan moralitas, manusia harus bisa berpikir dengan benar dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan pemahaman yang benar akan segala sesuatunya. Dengan kata lain, logika sangat diperlukan dalam mendasari bagaimana seorang manusia memahami permasalahan moralitas yang dihadapinya. Seorang manusia dituntut untuk dapat berpikir secara benar untuk dapat bersikap dengan baik. Demikian pula dalam estetika, dimana subyeknya adalah tentang keindahan, mana yang indah dan mana yang tidak indah. Seorang manusia juga dituntut untuk dapat menggunakan pikirannya dengan benar, untuk dapat berpikir dengan tepat, sebelum manusia tersebut memutuskan mana yang indah dan mana yang tidak indah. Tanpa logika, seorang manusia tidak akan dapat membedakan dengan tepat mana yang indah atau tidak indah, atau mana yang baik dan mana yang buruk.

Estetika, dimana merupakan ilmu tentang keindahan, baik itu dari obyek yang dapat disimak maupun dari subyeknya, atau bahkan penciptanya (Sachari, 1989:2). Keindahan yang dimaksud sangat bermacam-macam. Mulai dari obyek, hingga cara berpikir indah. Disini dapat kita lihat bahwa estetika juga merupakan bagaimana seseorang itu memutuskan bagaimana yang disebut indah itu, sehingga otomatis akan tercermin pula pada bagaimana ia menilai hal lain, dan bagaimana ia bersikap dan berpenampilan. Bagaimana orang tersebut menentukan cara bertingkah laku yang baik atau buruk didasari dengan bagaimana orang tersebut membedakan antara mana yang indah dan mana yang tidak indah. (Poedjawiyatna, 1996:13) Penilaian tingkah laku seseorang berdasarkan indah tidaknya perilakunya disebut dengan penilaian estetis. Sebagian orang sering mengartikan bahwa orang yang bertingkah laku baik adalah orang yang berperilaku indah. Artinya, indah dan baik adalah 2 hal yang bernilai sama bahkan kadang dimaknakan sama. Dari penjabaran diatas dapat kita lihat beberapa keterkaitan yang cukup erat antara Logika, Etika, dan Estetika.

Referensi:

Anwar L.Ph., Wadjiz, 1980, Filsafat Estetika, Nur Cahaya, Yogyakarta.

Bertens, K., 2002, Etika, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Poedjawiyatna, Prof. Ir., 1996, Etika: Filsafat Tingkah Laku, Rineka Cipta, Jakarta

Sachari, Agus, 1989, Estetika Terapan, NOVA, Bandung.

Sunoto, 1985, Mengenal Filsafat Pancasila: Pendekatan Melalui Metafisika, Logika, Etika, PT. Hanindita, Yogyakarta.

1988, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar